Oborselebes.com, Surabaya — Menteri Agama Nasaruddin Umar menyerukan agar perguruan tinggi keagamaan Islam di Indonesia kembali menghidupkan ilmu-ilmu Islam klasik yang mulai terlupakan. Seruan ini disampaikan Menag saat memberikan arahan dalam Muktamar Keilmuan Islam Langka di UIN Sunan Ampel Surabaya, Rabu (15/10/2025).
Menurut Menag, sejumlah ilmu tradisional seperti ilmu moral, ilmu mantik (logika), ilmu falak, ilmu waris, dan ilmu hadis merupakan fondasi yang membentuk kejayaan peradaban Islam pada masa lalu. Namun, seiring perkembangan zaman, ilmu-ilmu tersebut semakin jarang dipelajari di lingkungan akademik.
“Ilmu-ilmu ini adalah warisan besar peradaban Islam. Tanpa penguasaan terhadapnya, kita akan kehilangan kedalaman intelektual dan spiritual,” ujarnya.
Menag menyoroti salah satu cabang keilmuan yang kini langka, yaitu ilmu ‘arudh’, yakni ilmu yang membahas timbangan syair Arab. Ia menjelaskan, keindahan dan logika bahasa Arab tidak dapat dipahami secara utuh tanpa menguasai ilmu tersebut.
“Tanpa memahami ilmu ‘arudh’, sehebat apa pun seseorang berbahasa Arab, ia tidak akan mampu membuat syair. Padahal syair adalah ekspresi budaya Islam yang penuh nilai moral dan estetika,” tutur Nasaruddin.
Selain itu, ia menekankan pentingnya ilmu falak sebagai jembatan antara pengetahuan astronomi dan spiritualitas. Menag mengutip Surah Al-Fathir ayat 28, bahwa ulama sejati adalah mereka yang mampu membaca tanda-tanda kebesaran Allah di alam semesta.
“Ilmu falak mengingatkan kita bahwa keteraturan di langit dan bumi adalah bukti kekuasaan Tuhan. Ulama sejati bukan hanya ahli teks, tetapi juga pembaca tanda-tanda alam,” katanya.
Menag juga mengingatkan bahwa ilmu waris adalah salah satu ilmu yang pertama kali akan hilang dari umat, sebagaimana disampaikan dalam hadis Nabi. Banyak yang hafal rumus waris, katanya, namun sedikit yang memahami makna dan penerapannya secara kontekstual.
“Kita perlu memahami maqasid al-syari’ah, bukan hanya aspek fikihnya. Bahkan saya mengusulkan agar maqasid al-syari’ah tidak hanya lima, tetapi enam, dengan tambahan menjaga lingkungan (hifzh al-bi’ah),” tegasnya.
Ia juga mendorong agar para dosen dan rektor mengajarkan mahasiswa memahami bukan hanya kitabullah (teks Al-Qur’an), tetapi juga kalamullah (makna ilahiah di balik teks).
“Kitabullah bisa dibaca siapa pun, tetapi kalamullah hanya dipahami oleh mereka yang bertakwa. Di sinilah peran penting perguruan tinggi Islam, mengajarkan keduanya secara seimbang,” pesan Menag.
Sementara itu, Rektor UIN Sunan Ampel Surabaya, Muzakki, mengapresiasi dukungan Menag terhadap pelestarian ilmu-ilmu klasik. Ia menyebut muktamar ini diikuti oleh 192 pimpinan perguruan tinggi Islam di bawah koordinasi Kopertais Wilayah IV Jawa Timur.
“Kami berkomitmen menjaga keseimbangan antara ilmu modern dan warisan keilmuan para kiai. Kami akan berdosa jika ilmu-ilmu pesantren yang menjadi ruh keislaman hilang dari kampus Islam,” ujarnya.
Empat bidang keilmuan yang menjadi fokus muktamar kali ini meliputi ilmu falak, ilmu waris, ilmu huruf (harf), dan ilmu hadis.
sumber: Kemenag

