Oborselebes.com, Yogyakarta – Jogja Cultural Wellness Festival (JCWF) 2025 memasuki WEEK #4 dengan menegaskan kembali posisi Yogyakarta sebagai laboratorium kultural bagi pengembangan wellness tourism berbasis nilai-nilai lokal. Melalui tema “Natural Beauty, Family & Inner Child”, festival ini tidak sekadar menawarkan program hiburan, tetapi mengintegrasikan pendekatan interdisipliner yang melibatkan aspek pendidikan, kesehatan holistik, psikologi budaya, hingga ekologi manusia.
Di bawah kepemimpinan GKR Bendara sebagai Chairwoman JCWF 2025, festival ini diarahkan untuk memperkuat pemahaman bahwa konsep wellness masa kini harus berpijak pada kearifan budaya sebagai fondasi identitas kolektif. Pendekatan tersebut sejalan dengan kecenderungan akademik global yang menempatkan budaya sebagai determinan penting dalam praktik well-being, social resilience, dan penguatan kualitas hidup masyarakat.

Dialog Akademik dan Penguatan Literasi Wellness
Sesi Talkshow I dan II menghadirkan diskursus terkait pendidikan karakter dan konstruksi pengalaman wellness yang berlandaskan seni, budaya, dan alam. Talkshow I, bertema “Membangun Karakter Anak dengan Aktivitas Seni, Budaya, dan Alam”, menggarisbawahi bagaimana interaksi anak dengan ruang budaya mampu membentuk modal sosial, kepekaan emosional, serta integritas personal.
Talkshow II, “Wellness Networking: Merangkai Pengalaman Wellness yang Berbasis Budaya”, memfasilitasi dialog lintas disiplin antara praktisi, akademisi, dan pelaku industri untuk memperkaya ekosistem wellness yang bersifat kolaboratif dan inklusif.
Kedua diskursus ini menegaskan posisi JCWF sebagai ruang intelektual yang mendorong integrasi antara teori dan praktik, antara pengetahuan tradisional dan keilmuan modern.
Workshop sebagai Ruang Translasi Pengetahuan
Serangkaian workshop, mulai dari relaksasi head & hand massage, tes kepribadian, mindful brewing, hingga pengelolaan sampah organik menjadi pupuk, berfungsi sebagai laboratorium partisipatif di mana pengetahuan akademik diterjemahkan ke dalam praktik keseharian.
Program Mindful Brewing (coffee & matcha), misalnya, mencerminkan pendekatan fenomenologis tentang bagaimana aktivitas sederhana dapat menjadi medium pemulihan kesadaran dan peningkatan kehadiran diri (presence). Sementara itu, workshop pengolahan sampah organik menempatkan wellness dalam perspektif ekologis, mengingat bahwa kesejahteraan manusia tidak dapat dipisahkan dari keberlanjutan lingkungan.
Pendekatan transdisipliner ini sejalan dengan visi GKR Bendara untuk memfasilitasi model wellness yang tidak hanya estetis, tetapi juga berorientasi pada pendidikan, pemberdayaan, dan keberlanjutan.

Dimensi Filosofis: Inner Child dalam Perspektif Jawa
Tema Inner Child diperkaya dengan pembacaan filosofis terhadap tradisi Jawa. Konsep mulih maring asal dan ajaran ngerti, ngrasa, nglakoni menggarisbawahi pentingnya kembali pada ketenangan batin sebagai prasyarat kematangan psikologis dan spiritual.
Rangkaian program ini merefleksikan pemahaman bahwa wellness bukanlah entitas tunggal, melainkan proses multidimensi yang menyentuh aspek tubuh, rasa, pikiran, dan laku. Perspektif ini selaras dengan arah kebijakan GKR Bendara yang memandang wellness berbasis budaya sebagai instrumen transformasi sosial yang lembut namun fundamental.
Yogyakarta sebagai Pusat Inovasi Wellness Berbasis Budaya
Dengan dukungan Yogyakarta Tourism Board dan berbagai mitra, WEEK #4 memperkuat posisi Yogyakarta sebagai pusat inovasi wellness yang menggabungkan estetika budaya, pendekatan ilmiah, dan pengalaman edukatif. Model ini diharapkan menjadi kontribusi penting bagi pengembangan pariwisata yang lebih humanis, berkelanjutan, dan berorientasi pada kualitas hidup.
Sebagaimana ditegaskan GKR Bendara,
“Wellness adalah perjalanan kesadaran yang bertumpu pada hubungan harmonis antara manusia, budaya, dan alam.”
WEEK #4 merepresentasikan gagasan tersebut melalui program yang terstruktur, bernilai akademis, dan memiliki kedalaman reflektif yang kuat. (adv)

