Bantul, Oborselebes — Akademisi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Rika Lusri Virga, menekankan pentingnya peran perempuan sebagai pengguna digital yang kritis, bijak, dan berbudaya di tengah derasnya arus informasi di media sosial.
Pesan itu ia sampaikan saat menjadi narasumber dalam kegiatan She-Connects 2025 Seri Yogyakarta, Kamis (6/11/2025).
Menurut Rika, fenomena di dunia digital saat ini, terutama di kalangan Generasi Z, menunjukkan pola interaksi yang serba cepat tanpa proses penyaringan informasi yang matang.
“Segala isu yang viral langsung dikonsumsi tanpa disaring terlebih dahulu, dan sering kali direspons tanpa berpikir kritis,” ujarnya.
Budaya Instan dan Normalisasi Perilaku Negatif
Rika menjelaskan bahwa budaya digital yang serba instan mendorong banyak pengguna media sosial bertindak impulsif tanpa refleksi.
“Kita sering merasa hanya berbicara dengan benda mati, padahal ribuan orang melihat. Ini menyebabkan banyak reaksi tanpa filter moral dan budaya,” ungkapnya.
Ia juga menyoroti fenomena normalisasi perilaku negatif di ruang digital — ketika nilai-nilai moral dan adat ketimuran mulai tergeser oleh tren yang dianggap “wajar” hanya karena viral.
“Sekarang banyak hal yang dulu dianggap tabu, kini dianggap wajar. Semua serba dinormalisasi. Padahal kita perlu tetap berpikir kritis — apakah dukungan kita sesuai dengan nilai dan budaya bangsa?” tegasnya.
Literasi Digital Bukan Sekadar Bisa Menggunakan Teknologi
Lebih lanjut, Rika menegaskan bahwa literasi digital sejati tidak hanya berarti mampu mengoperasikan perangkat, tetapi juga kemampuan untuk mengakses, menganalisis, dan memproduksi informasi secara bertanggung jawab.
“Langkah pertama memang kemampuan menggunakan teknologi. Tapi yang lebih penting adalah kemampuan berpikir kritis terhadap apa yang kita baca dan bagikan,” jelasnya.
Rika bahkan menganjurkan metode sederhana seperti triangulasi data untuk memastikan validitas informasi.
“Kalau dapat berita, jangan langsung percaya. Cocokkan dengan sumber lain, lihat konteksnya, dan tanya pada ahlinya,” tambahnya.
Budaya Digital Berakar pada Nilai dan Sejarah Bangsa
Dalam paparannya, Rika mengingatkan bahwa digital culture (budaya digital) harus tetap berpijak pada akar budaya Indonesia.
“Kita harus tahu sejarah budaya yang ingin kita lestarikan. Saat bicara tentang digital culture, jangan hanya fokus pada dampaknya, tapi juga asal usulnya,” katanya.
Ia menegaskan bahwa jejak digital adalah artefak baru dari budaya modern, sehingga setiap orang harus bijak dalam meninggalkan jejak di dunia maya.
“Sebelum meninggalkan jejak digital, kita perlu berpikir agar sesuai dengan nilai budaya yang kita junjung,” ujarnya.
Perempuan Pelaku UMKM dan Komunitas Digital Jadi Inspirasi
Rika juga mengapresiasi munculnya komunitas perempuan pelaku UMKM dan penggerak sosial yang menggunakan platform digital untuk edukasi dan kolaborasi.
“Banyak komunitas perempuan kini berbagi ilmu, memasarkan produk, hingga mengedukasi publik melalui media digital. Inilah contoh literasi digital yang produktif,” ucapnya.
Menutup sesinya, Rika mengajak peserta She-Connects untuk terus menyebarkan ide kreatif dan memperkuat jejaring positif.
“Teknologi sudah tidak membatasi perempuan untuk berkarya. Yang penting, kita tetap berakar pada nilai, budaya, dan berpikir kritis dalam setiap langkah di ruang digital,” pungkasnya.
sumber : Infopublik

