Close Menu
Obor Selebes – AKtual,Informatif,TerpercayaObor Selebes – AKtual,Informatif,Terpercaya
  • Home
  • Nasional
  • Daerah
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Wisata
Facebook X (Twitter) Instagram
Obor Selebes – AKtual,Informatif,TerpercayaObor Selebes – AKtual,Informatif,Terpercaya
  • Home
  • Nasional

    Pariwisata 2026 Disiapkan Lebih Visioner, Kemenpar Luncurkan Outlook Nasional Bernuansa Transformasi

    November 18, 2025

    Pemprov Kalsel Tegaskan Komitmen Tolak Gratifikasi, ASN Diminta Jaga Integritas

    November 18, 2025

    Kisah Ipung, Pematung Batu dari Sleman yang Karyanya Tembus Pasar Internasional

    November 18, 2025

    Modern Pentathlon Asian Championship 2025: Atlet Indonesia Raih Peringkat 7, Peluang Kuota Asian Games Terbuka

    November 18, 2025

    Julang Budaya Siak 2025 Dibuka Bupati Afni, Budaya Melayu dan UMKM Lokal Bersinar

    November 18, 2025
  • Daerah

    Kisah Ipung, Pematung Batu dari Sleman yang Karyanya Tembus Pasar Internasional

    November 18, 2025

    KIM Bintang Jaya Itah Raih Juara Umum KIMFest Nasional 2025, Kalimantan Tengah Bersinar

    November 17, 2025

    Belanja Hemat Menjelang Nataru: Pasar Murah 14 Kemantren Yogyakarta Buka Mulai 17 November

    November 17, 2025

    Dua Rumah Warga Klitren Direvitalisasi: Pemkot Yogya Fokuskan Bantuan untuk Lansia dan Keluarga Beranak

    November 17, 2025

    Wamensos Tinjau Longsor Cilacap: Santunan Diserahkan, Pencarian Korban Dipercepat

    November 17, 2025
  • Olahraga

    Indonesia Tuan Rumah ISO/TC 189 2025: BSN Perkuat Standar Global Industri Ubin Keramik

    November 16, 2025

    Prahdiska Bagas Shujiwo Bangkit dan Amankan Tiket Semifinal Usai Kalahkan Wang Yu-Kai

    November 15, 2025

    Antisipasi Musim Hujan, Pelatih Persik Kediri Ubah Jam Latihan Jelang Tandang ke Persija

    November 13, 2025

    Padang Panjang Raih Dua Prestasi di Ajang Pangan Sumbar 2025: KWT Sakinah Juara 1, SMAN 1 Juara 2

    November 7, 2025

    Semen Padang FC Kalah Lagi, Dejan Antonic: Kami Butuh Keberuntungan untuk Bangkit

    November 5, 2025
  • Pendidikan

    Pasar Bela Negara Sleman: Panggung Kreativitas Pelajar dan Inspirasi Wirausaha Muda

    November 15, 2025

    Ketum KONI Marciano Norman Dorong Kampus Jadi Sentra Pembinaan Atlet Nasional

    November 7, 2025

    Dorong Akses Pendidikan Merata, Sleman Dapat Bantuan Bus Sekolah dari Pemerintah Pusat

    November 7, 2025

    Media Center Lumajang Dorong Komunikasi Publik Humanis Lewat Kolaborasi KIM dan Teknologi AI

    November 4, 2025

    Kemensos–Kemendiktisaintek Siapkan Jalur Hilirisasi Sekolah Rakyat, Pastikan Lulusan Bisa Kuliah atau Bekerja

    November 3, 2025
  • Wisata

    Harmoni Energi dan Spiritualitas di Week #3 JCWF 2025 Bersama GKR Bendara

    November 16, 2025

    Parade Musik Keroncong Sumenep 2025 Gaungkan Cinta Budaya di Tengah Gempuran Musik Modern

    November 13, 2025

    Yogyakarta Menjadi Rumah Bagi Jiwa: JCWF 2025 Angkat Tema Healing dan Spiritualitas

    November 11, 2025

    Jogja Cultural Wellness Festival 2025, Perpaduan Seni, Spiritualitas, dan Penyembuhan Alam

    November 10, 2025

    GKR Bendara Hidupkan Filosofi Wiraga, Wirasa, Wirama di Jogja Cultural Wellness Festival

    November 8, 2025
Facebook X (Twitter) Instagram
Obor Selebes – AKtual,Informatif,TerpercayaObor Selebes – AKtual,Informatif,Terpercaya
You are at:Beranda » Bahagia Bersama: Indonesia Jadi Contoh Dunia soal Kesejahteraan
Berita Unggulan

Bahagia Bersama: Indonesia Jadi Contoh Dunia soal Kesejahteraan

OborSelebesBy OborSelebesSeptember 8, 202504 Mins Read
Share Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Tumblr Email
Agus Budi Rachmanto, Sekretaris Umum DPD PUTRI DIY Foto: Istimewa
Share
Facebook Twitter LinkedIn Pinterest Email

Oborselebes.com, Yogyakarta – Siapa sangka, Indonesia yang bukan negara terkaya di dunia justru menempati posisi teratas dalam kesejahteraan global. Studi Harvard menunjukkan, kebahagiaan kolektif dan spiritualitas menyingkirkan materi sebagai tolok ukur utama kualitas hidup.

Studi The Global Flourishing Study Universitas Harvard menempatkan Indonesia sebagai negara paling sejahtera di dunia. Temuan ini mengguncang asumsi klasik tentang kesejahteraan yang identik dengan kekayaan materiil. Artikel ini merefleksikan faktor-faktor kunci kesejahteraan di Indonesia, menganalisis keterbatasan paradigma negara maju, serta menawarkan wacana baru tentang kesejahteraan yang melampaui dualisme material vs spiritual, tradisi vs modernitas, maupun maju vs tertinggal.

Menyingkap Paradigma Baru Kesejahteraan

Selama puluhan tahun, kesejahteraan dipersepsikan sebagai produk pembangunan ekonomi, indikator kesehatan, dan umur panjang. Namun, hasil studi Harvard menggeser orientasi tersebut: kesejahteraan ternyata lebih ditentukan oleh relasi sosial yang bermakna, rasa tujuan hidup, dan spiritualitas yang mengakar.

Indonesia, dengan segala keterbatasan materiil, justru unggul karena dimensi non-material yang selama ini dipandang second class dalam teori pembangunan: gotong royong, kepedulian antarwarga, religiositas, serta kehangatan komunitas.

Amartya Sen, peraih Nobel Ekonomi, pernah menegaskan bahwa “development is freedom”, pembangunan adalah kebebasan untuk hidup bermakna, bukan sekadar peningkatan pendapatan. Temuan Harvard ini menjadi bukti konkret pandangan tersebut.

Kesejahteraan dalam Bingkai Sosial dan Spiritual

1. Hubungan Sosial yang Kuat
Ikatan komunal masyarakat Indonesia bukan sekadar tradisi, melainkan infrastruktur sosial yang menopang resiliensi kolektif. Dalam dunia yang makin individualistik, gotong royong adalah future capital.

2. Makna Hidup dan Spiritualitas
Religiusitas masyarakat Indonesia memberi arah hidup yang melampaui dimensi material. Spiritualitas di sini bukan sekadar ritual, tetapi mekanisme psikososial yang meneguhkan harapan dan resiliensi. Viktor Frankl, psikolog eksistensial, pernah menulis: “He who has a why to live can bear almost any how.” Indonesia membuktikan relevansi kalimat itu di tingkat sosial.

3. Karakter Pro-Sosial
Sifat peduli terhadap sesama membangun ekosistem kesejahteraan yang tidak bergantung sepenuhnya pada negara. Karakter ini menutup celah struktural yang sering ditinggalkan oleh sistem kesejahteraan formal.

Mengapa Negara Maju Tertinggal?

Negara-negara maju membayar harga mahal dari keberhasilan ekonominya. Fokus obsesif pada produktivitas melahirkan paradoks: kekayaan melimpah, namun kohesi sosial rapuh.

Zygmunt Bauman dalam konsep “liquid modernity” menekankan bahwa modernitas cair telah melarutkan stabilitas sosial, menghasilkan kesepian kolektif dan rapuhnya ikatan komunitas. Fenomena ini terlihat jelas di Amerika Serikat dan Jepang: kaya materi, miskin relasi.

Melampaui Dualisme: Menuju Sintesis Kesejahteraan

Kehidupan tidak bisa direduksi pada dikotomi kaya–miskin atau tradisi–modernitas. Temuan Harvard menegaskan bahwa kesejahteraan hadir ketika materialitas dan spiritualitas berdialog, bukan saling meniadakan.

Fritjof Capra, dalam The Hidden Connections, mengingatkan bahwa sistem kehidupan hanya berkelanjutan ketika relasi dan makna dihargai sama pentingnya dengan produksi. Dari perspektif ini, Indonesia menjadi contoh bagaimana spiritualitas dan sosialitas adalah energi kehidupan yang menyeimbangkan materialitas.

Namun refleksi kritis juga perlu: spiritualitas tanpa pemerataan ekonomi berpotensi melanggengkan ketimpangan. Tantangannya bukan memilih “materi atau makna”, tetapi menciptakan ekologi kehidupan yang menyeimbangkan keduanya.

Implikasi Global: Dari Indonesia untuk Dunia

Temuan ini membawa pesan provokatif: mungkin dunia justru perlu belajar dari Indonesia, bukan sebaliknya. Di tengah loneliness epidemic yang kini diakui WHO sebagai ancaman global, semangat gotong royong adalah soft power Indonesia untuk menawarkan model kesejahteraan yang holistik.

Namun, refleksi ini juga mengingatkan Indonesia sendiri agar tidak kehilangan ruh sosialnya dalam arus kapitalisme. Pembangunan ekonomi harus berjalan beriringan dengan perawatan modal sosial dan spiritual yang telah menjadi sumber keunggulan bangsa.

Ungkapan Penutup

Kesejahteraan sejati adalah dialektika antara “punya” dan “bermakna”. Indonesia telah membuktikan bahwa kualitas hidup tidak selalu sejajar dengan ukuran PDB, melainkan dengan kedalaman relasi dan keluhuran tujuan. Dari titik ini, kita diundang untuk melampaui paradigma lama dan membangun peradaban yang tidak lagi terjebak dalam dualisme material vs spiritual, tetapi menyatukan keduanya dalam harmoni yang memerdekakan.

Seperti kata filsuf Albert Schweitzer: “Success is not the key to happiness. Happiness is the key to success.” Dan Indonesia telah menunjukkan, kebahagiaan itu lahir dari kebersamaan, kepedulian, dan makna hidup yang tak ternilai.

Ditulis Oleh: Agus Budi Rachmanto, Sekretaris Umum DPD PUTRI DIY

#GotongRoyong #Spiritualitas HarvardStudy HolisticWellbeing IndonesiaSejahtera KebahagiaanGlobal Kesejahteraan ParadoksKesejahteraan PembangunanManusia RelasiSosial
Share. Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Tumblr Email
OborSelebes
  • Website

Berita Terkait

Pariwisata 2026 Disiapkan Lebih Visioner, Kemenpar Luncurkan Outlook Nasional Bernuansa Transformasi

November 18, 2025

Pemprov Kalsel Tegaskan Komitmen Tolak Gratifikasi, ASN Diminta Jaga Integritas

November 18, 2025

Kisah Ipung, Pematung Batu dari Sleman yang Karyanya Tembus Pasar Internasional

November 18, 2025
Berita Terbaru

Pariwisata 2026 Disiapkan Lebih Visioner, Kemenpar Luncurkan Outlook Nasional Bernuansa Transformasi

November 18, 2025 Berita Unggulan

Pemprov Kalsel Tegaskan Komitmen Tolak Gratifikasi, ASN Diminta Jaga Integritas

November 18, 2025 Berita Unggulan

Kisah Ipung, Pematung Batu dari Sleman yang Karyanya Tembus Pasar Internasional

November 18, 2025 Berita Unggulan
Stay In Touch
  • Facebook
  • YouTube
  • TikTok
  • WhatsApp
  • Twitter
  • Instagram
© 2019 oborselebes.com - All Right Reserved.
  • Home
  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber
  • Disclaimer
  • Privacy Policy
  • Kode Etik

Type above and press Enter to search. Press Esc to cancel.